Kitab Negarakertagama: Teks dan Terjemahan

 

Pernahkah anda membayangkan, bagaimana bisa kita yang berbeda suku (bangsa), bahasa dan tersebar di ribuan pulau pada wilayah yang panjang bentangan luasnya melebihi bentang luas benua Eropa bisa menjadi satu bangsa? Semuanya tak dapat dilepaskan dari perkara yang telah terjadi di masa lampau. Sejarahlah yang membuat kita berdaulat sebagai satu bangsa. Oleh para pendiri bangsa, para anak-anak muda (jong) dalam satu forum telah mendeklarasikan diri, bersumpah untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia. Peristiwa ini dikenal sebagai lahirnya Soempah Pemoeda[1] . Maka pantaslah jika kita harus senantiasa mengenang, mengingat-ingat jasa perjungan para pahlawan, pendiri bangsa kita bahwa kitalah generasi pewaris, pemegang mandataris yang sah negeri ini.
Continue reading

Selamat Berkongres!

Manusia Adalah Anak Zaman


Beberapa hari terakhir, di antara pemberitaan nasional lainnya (pemerintahan, freeport, penyadapan, DPR), perhelatan kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cukup meramaikan pemberitaan nasional. Sebenarnya, sejak awal pelaksanaan kongres HMI ke-29 yang berlangsung di Pekanbaru ini telah menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, baik dari kalangan internal HMI sendiri maupun dari non-HMI. Media juga memiliki peran menambah atmosfer euforia kongres. Selanjutnya muncul cemohan pada perhelatan kongres di media sosial tentang besaran anggaran kongres dan serangkaian ulah peserta kongres yang menimbulkan permasalahan dan kekisruhan menjelang perhelatan. Lebih ekstrim, bahkan muncul gerakan media sosial dengan hastag #bubarkanHMI.

Continue reading

Pindahkan Saja Ibukotanya, Biar Ramai!

Ya, kalimat di atas seharusnya, “Pecahkan saja gelasnya, biar ramai! […]” Satu penggalan puisi dalam film “Ada Apa dengan Cinta”. Puisi ini secara apik dibacakan oleh sosok Cinta yang mengaransemen puisi Rangga dengan latar belakang alunan klasik gitar. Film yang diperankan oleh Dian Sastro Wardoyo, sebagai Cinta dan Nicholas Saputra, sebagai Rangga. Saking apiknya, film ini dianggap sebagai tonggak baru kebangkitan dunia perfilman Indonesia yang sebelumnya dunia perfilman Indonesia diwarnai dengan eksploitasi “tubuh perempuan”.

Continue reading